Dalam dunia
perpajakan, dikenal istilah pajak subjektif. Pajak ini wajib dibayarkan oleh
wajib pajak. Lalu, siapa yang termasuk dalam kategori pajak tersebut?
Pajak sendiri
menjadi pungutan wajib. Pemerintah telah mengatur pungutan ini pada setiap
warganya. Dan masyarakat juga harus memenuhi kewajiban sebagai warga negara
yang taat.
Kenapa? Karena
pajak sendiri merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sebuah negara.
Nantinya, hasil pajak ini akan dimanfaatkan oleh sebuah negara dalam mendukung
pembangunan.
Pertanyaannya
sekarang adalah apa yang dimaksud dengan pajak subjektif? Lalu, apa saja
contohnya? Mari temukan jawabannya secara lengkap di bawah ini.
Apa Itu Pajak
Subjektif?
Secara umum,
pajak subjektif adalah sebuah jenis pungutan yang sengaja dibebankan dengan
melihat kudisisi dari subjek pajak itu sendiri. Sederhananya, pungutan ini
diambil dengan melihat keadaan dari wajib pajak.
Setiap warga yang
dibebani pungutan harusnya sudah dikukuhkan sebagai wajib pajak terlebih
dahulu. Ini dibuktikan dengan memiliki NPWP sebagai salah satu syarat
administrasi dari wajib pajak.
Adapun subjek
pajaknya sendiri bisa berbentuk individu atau pun badan. Ini sudah diatur oleh
UU di Indonesia.
Subjek pajaknya
mencakup perseorangan, perusahaan, ahli waris hingga usaha tetap. Semua
kategori ini memiliki kewajiban yang sama untuk melakukan pembayaran pajak.
Untuk subjek
pajak perseorangan, ini berlaku ketika seseorang telah lahir dan niat tinggal di
Indonesia. Sementara batas waktunya sampai meninggalkan Indonesia atau
meninggal dunia.
Kemudian untuk
subjek pajak berbentuk badan, pajak akan dipungut sejak badan usaha didirikan.
Dan berakhir ketika usaha tersebut tidak lagi berada di Indonesia atau pun
telah dibubarkan.
Sementara BUT
(Badan Usaha Tetap), pajak akan dikenakan seperti pembuatan badan. Mulai dari
didirikan dan berakhir ketika usaha ini tidak lagi dijalankan.
Dan yang terakhir
adalah harta warisan. Pajaknya akan diambil sejak warisan ini belum terbagi dan
statusnya sebagai harta warisan. Nantinya, status pembayaran pajak berakhir
ketika warisan tersebut selesai dibagikan pada ahli waris.
Tentunya, Anda
seharusnya memperhatikan terkait harta atau penghasilan yang Anda peroleh saat
ini. Jika memang sudah masuk dalam kategori wajib bayar, maka Anda seharusnya
menunaikannya agar tidak dikenai sanksi.
Contoh Dari Pajak
Subjektif
Umumnya, pajak
ini berkaitan erat dengan pajak penghasilan (PPh). Artinya, setiap penghasilan
yang didapatkan oleh seseorang atau badan akan dikenai dengan potongan atau
pungutan.
Berkaitan dengan
PPh, ada sekitar empat jenis yang harusnya dipahami oleh setiap warga. Di
antaranya sebagai berikut:
1.
PPh Pasal 15
Jenis pajak ini ditujukan pada orang pribadi mau pun badan usaha.
Pungutannya diambil khusus di bidang industri pelayaran, usaha asuransi asing
hingga penerbangan internasional.
2.
PPh Pasal 21
Pajak penghasilan ini dibebankan pada wajib pajak yang mencakup upah, gaji,
komisi, honorarium dan lain sebagainya. Besar kecilnya tarif bergantung pada
kepemilikan NPWP.
3.
PPh Pasal 22
Jenis pajak ini dibebankan pada kegiatan impor hingga transaksi belanja
atas barang mewah yang dilakukan wajib pajak.
4.
PPh Pasal 23
Cakupan
dari pasal ini meliputi kegiatan sewa, transaksi dividen, hadiah, bunga,
penghargaan hingga royalti dan lain-lain. Selain itu, pajak akan dipungut atas
pemakaian dari aset properti seperti tanah, bangunan hingga Gedung.
Demikianlah
informasi mengenai pajak subjektif. Setiap orang yang masuk dalam kriteria
tersebut wajib mengeluarkan pajaknya. Dan besarnya pungutan didasarkan pada
penghasilan yang telah ditetapkan sesuai kebijakan.