Konsep persewaan kantor virtual, yaitu: kantor
administrasi virtual, kantor servis, dan kantor bersama. Ketiganya mempunyai
konsep yang berbeda, yaitu:
1. Kantor administrasi virtual adalah sebuah layanan
perkantoran dalam jaringan yang berfungsi sebagai representasi administratif
perusahaan. Satu alamat kantor virtual dapat digunakan oleh beberapa perusahaan
sebagai tujuan korespondensi yang resmi. Biasanya pengelola kantor virtual ini
juga menyediakan fasilitas resepsionis sebagai penerima telepon dan pengurusan
surat-menyurat.
Namun demikian, terdapat empat bidang usaha yang tidak
diperbolehkan menggunakan persewaan ruangan dengan konsep ini, yaitu: e-commerce,
konstruksi, pariwisata, dan properti.
2. Kantor servis (serviced office), yaitu
kantor yang menyediakan layanan dengan fasilitas yang lebih lengkap seperti
furnitur, perlengkapan komputer, resepsionis, sambungan internet, bahkan
pramubakti. Kantor servis ini dapat disewa harian, bulanan, bahkan tahunan.
Harga yang terjangkau dan tak semahal biaya sewa kantor konvensional menjadi
nilai lebih konsep ini.
Kantor servis dapat menjadi solusi bagi pebisnis yang
tidak diperbolehkan menggunakan kantor virtual. Dengan konsep ini, pengusaha
akan mendapatkan perizinan selama lima tahun, tentu akan lebih menguntungkan
bila dibandingkan dengan kantor administrasi virtual yang hanya diberikan izin
usaha setahun saja.
Di DKI Jakarta, pemerintah daerah telah menyetujui
legalitas kantor virtual sebagaimana diberitahuan melalui Surat Edaran Badan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Nomor 06/SE/2016 Tentang Penerbitan Surat
Keterangan Domisili dan Izin-Izin Lanjutannya Bagi Pengguna Virtual Office.
Di peraturan perpajakan sendiri, definisi kantor
virtual muncul di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.03/2017
Tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan NPWP Serta Pengukuhan
dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Di dalam Pasal 1 angka 22
disebutkan bahwa:
“Kantor Virtual (virtual office) atau Kantor Bersama (co-working
space), yang selanjutnya disebut Kantor Virtual, adalah suatu kantor yang
memiliki ruangan fisik dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang
disediakan oleh pengelola Kantor Virtual untuk dapat digunakan sebagai tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau korespondensi secara bersama-sama oleh 2
(dua) atau lebih Pengusaha yang atas pemanfaatan kantor dimaksud terdapat pembayaran
dalam bentuk apapun, tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan
kantor (serviced office).”
Penghasilan atas sewa kantor virtual dapat dikenakan
PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai sewa. Hal
ini karena kantor virtual menyediakan alamat korespondensi sebagai bagian dari
gedung yang disewa. Selain itu, di dalam PMK Nomor 147/PMK.03/2017, terdapat
salah satu syarat terpenuhinya kondisi pengelola kantor virtual yaitu harus
menyediakan ruangan fisik sebagai tempat kegiatan usaha bagi calon PKP.
Alamat virtual calon PKP harus bisa dibuktikan dengan
keberadaan fisik ruang usaha yang disewa. Dalam hal ini, penghasilan
persewaannya dapat memenuhi kondisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun
2017 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan Pasal 2, yang berbunyi, “Atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau Bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final.